Terima Kasih Atas Kunjungannya. Bagi Anda yang Ingin Menyetorkan ZIS, Silakan Klik di Laman Contacts

Senin, 13 Mei 2013

Bersatunya Lembaga Zakat, Sarana Untuk Mempersatukan Umat

Zakat tidak diragukan adalah sarana untuk mempersatukan umat. Dalam pengelolaan zakat, muzaki orang Islam atau badan usaha milik muslim yang membayar zakat adalah muzaki, sedang orang yang berhak menerima zakat disebut mustahik, tanpa dibedakan dari golongan mana atau partai apa. Begitu pula, visi dan misi zakat itu adalah sama di manapun, walaupun dikelola oleh lembaga yang berbeda.

Bersatunya lembaga zakat (BAZNAS dan LAZ) akan menghasilkan dampak teraktualisasinya potensi zakat secara nasional. Sebagaimana dimaklumi potensi zakat di negara kita sangat besar, yaitu Rp 217 triliun (berdasarkan hasil penelitian FEM-IPB dan BAZNAS 2011). Akan tetapi aktualisasi dari potensi tersebut masih sangat kecil, walaupun terjadi peningkatan setiap tahunnya. Pada tahun 2010 zakat yang masuk melalui BAZNAS (pusat dan daerah) dan Lembaga Amil Zakat (LAZ) sebesar Rp 1,5 triliun. Pada tahun 2011 sebesar Rp 1,73 triliun atau mengalami kenaikan sebesar 15,33%, dan tahun 2012 kurang lebih Rp 2,17 triliun.

Berdasarkan data BAZNAS, jumlah mustahik atau penerima zakat saat ini mencapai 1,8 juta orang. Sementara itu dari tiap 100 mustahik  di Indonesia, sebanyak 17 mustahik berhasil terangkat dari kemiskinannya.

Dalam kaitan dengan tata kelola zakat yang profesional dan akuntabel, salah satu prinsipnya adalah amil zakat itu bukanlah pemilik harta zakat. Dengan  demikian, amil tidak dapat menggunakan dana zakat semau-maunya. Amil zakat hanyalah perantara dan penghubung antara muzakki dengan mustahik. Dalam Undang-Undang Pengelolaan Zakat (UU No 23 Tahun 2013) dicantumkan asas pengelolaan zakat, dimana asas yang pertama adalah syariat Islam. Amil yang tidak menyalurkan dana zakat yang dihimpun sesuai ketentuan syariah atau menahannya dari tahun ke tahun sehingga tidak menyalurkan sebagaimana mestinya akan terkena sanksi hukum.

Hasil penghimpunan zakat yang terus meningkat dan potensi zakat yang harus digali di Tanah Air, termasuk potensi infaq dan shadaqah, memerlukan tata kelola yang amanah, profesional, akuntabel serta terintegrasi dalam sistem pengelolaan zakat nasional. Amil sebagai pemegang amanah harta umat harus  menyadari pula bahwa kita tidak bisa bekerja sendiri untuk mengatasi persoalan kemiskinan di tengah umat, betapapun besarnya lembaga dan dana yang dikelola.

Seperti diutarakan di muka, pada dasarnya segala upaya dan langkah untuk menggali potensi zakat dan mengoptimalkan peran zakat bagi kesejahteraan kaum dhuafa memerlukan kerjasama dan sinergi yang kuat antara satu lembaga dengan lembaga yang lain, antara satu amil dengan amil yang lain, dan antara satu sektor dengan sektor yang lain. Singkat kata, zakat harus menjadi gerakan bersama, dari umat dan kembali kepada umat. Sementara itu pengelolaan zakat itu sendiri wajib mendapat dukungan dari Pemerintah sesuai perundang-undangan.

Mempersatukan umat melalui zakat adalah sejalan dengan perintah Allah SWT dalam Al Quran, “Dan orang-orang mukmin laki-laki dan perempuan, mereka tolong menolong (bergotong royong), menyuruh yang makruf dan melarang melakukan yang mungkar. Dan mereka mendirikan shalat, membayar zakat, mentaati Allah dan Rasul-Nya. Allah akan memberi mereka rahmat. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.”  (QS At-Taubah [9]: 71).

Indonesia sebagai negara mayoritas Muslim terbesar di dunia memiliki potensi bangkit dan bersatu dengan ditopang kekuatan dana zakat yang terkumpul dan disalurkan kepada yang berhak menerimanya. Tapi perlu digaris-bawahi bahwa zakat bukan satu-satunya instrumen yang bertanggung jawab untuk menyelesaikan masalah kemiskinan di Indonesia. Perolehan dana zakat masih terbatas dan program pengentasan kemiskinan secara keseluruhan tetap menjadi tanggung jawab negara melalui kebijakan pemerintah. Zakat, infaq, sedekah dan wakaf  adalah instrumen pendukung yang memiliki peran strategis jika dikelola dan diberdayakan secara amanah, profesional dan terintegrasi.

Wallahu a’lam bi ash-shawab.

Sumber : baznas.or.id, Ditulis oleh: Oleh: Prof. Dr. KH. Didin Hafidhuddin, M.Sc (Ketua Umum BAZNAS).

Tidak ada komentar :

Posting Komentar